Menapaki Punggung Watu Jengger : Catatan langkah Atap Langit Senja

 

Kabut pagi masih bergelayut ketika saya memarkir motor di area basecamp Dusun Nawangan, Desa Tawangrejo, Jatirejo, Mojokerto. Dari jantung kota, jaraknya sekitar 25–30 kilometer, ditempuh kurang lebih satu jam dengan kendaraan roda dua atau mobil bertransmisi ringan. Di pos pendakian langkah saya dimulai di jalur setapak yang membelah rimbun pepohonan. Medan awal cukup bersahabat: tanah liat dan kerikil halus dengan kemiringan ringan. Namun semakin jauh, tanjakan menanjak lebih tegas, memaksa paru-paru bekerja lebih giat. Trek ini tergolong ramah pemula, tetapi tetap memberi sensasi pendakian yang sesungguhnya, terutama di beberapa titik yang menyempit dengan jurang di sisi kanan dan kiri. Waktu tempuh normal menuju puncak berkisar 45–60 menit, tergantung ritme langkah.

Di ketinggian sekitar 1.100 mdpl, Watu Jengger menampakkan dirinya: batu besar yang mencuat menyerupai jengger ayam, ikon yang melahirkan namanya. Angin gunung menyusup di sela napas, membawa aroma tanah basah dan daun pinus yang baru terjilat sinar matahari. Dari sini, panorama Mojokerto dan lereng-lereng perbukitan lain terhampar, dilapisi kabut tipis yang perlahan tersibak saat matahari pagi muncul.

Area puncak cukup lapang, memungkinkan pendaki mendirikan tenda bagi yang ingin menikmati malam dan menyambut matahari terbit dari ketinggian. Saat malam cerah, taburan bintang menciptakan langit yang seolah bisa disentuh. Hanya saja, fasilitas di atas relatif minim, sehingga membawa perlengkapan pribadi, air minum, dan kantong sampah adalah keharusan.





Menyusuri jalur pulang, saya kembali menyadari daya tarik Watu Jengger bukan sekadar lanskapnya. Ia menawarkan pendakian singkat yang menggabungkan petualangan, ketenangan, dan harga yang bersahabat. Bukit ini adalah pilihan ideal bagi siapa pun yang mencari ruang untuk melepas penat, berlatih trekking, atau sekadar menikmati momen hening di antara hijaunya alam Mojokerto.



Komentar

Postingan Populer